Potensi Leluhur II: Potret Kerelawanan di Buleleng (1)
Upacara adat di Buleleng dalam rangka ngaben massalBerawal di tahun 2002, perekonomian Bali mulai surut. Kemiskinan melanda Bali dengan tingkat penganguran yang terus bertambah. Bangunan-bangunan indah yang tertinggal merupakan wajah sejarah keemasan Bali sebelum terjadinya kasus (ledakan bom) Legian dan Kuta. Semua keadaan menjadi terbalik. Perekonomian Bali tidak beda dengan provinsi lain yang ada di wilayah Timur.
Hingga kini, masyarakat Bali dengan dan pemda berupaya berbenah diri untuk bangkit kembali, dengan lembaran wajah baru meraih kejayaannya. Perubahan mulai terjadi, namun lambat dan hanya di beberapa daerah saja. Krisis akibat bom Bali masih dirasakan masyarakat Kabupaten Buleleng hingga saat ini. Musibah dapat kapan saja menimpa kepada siapa saja, tidak pilih kasih dan tiada satu pun dapat mengelaknya. Meski begitu, yang terpenting bukanlah kenapa musibah itu datang, melainkan bagaimana mempersiapkan diri bila musibah datang.
Jangan pernah melupakan sejarah dan jangan pernah meninggalkan adat budaya. Perubahan zaman atau lingkungan tidak menjadikan perubahan kepribadian yang selalu memegang teguh adat budaya dan kepercayaan yang diyakini. Dari tahun ke tahun, pulau Bali mengalami perubahan yang begitu mendasar dengan datangnya masyarakat dunia di era modernisasi dan globalisasi ini.
Suasana konstruksi jembatan beton Kelurahan Banyuning Utara, Buleleng. Kebersamaan mewujud impian membuka isolasi daerahMereka (wisatawan) membawa perilaku adat kebiasaan mereka ke Bali, yaitu berpesta dan berfoya-foya. Namun, itu semua tidak lantas mengubah perilaku masyarakat Bali, yang terbukti berpegang teguh pada adat budaya dan keyakinan yang dianutnya. Masyarakat Bali tidak terpengaruh perilaku budaya yang dibawa oleh orang-orang asing.
Salah satu buktinya adalah upacara-upacara adat tetap rutin dirayakan di berbagai Pura. Tatanan sosial bermasyarakat yang diatur oleh aturan-aturan adat pun selalu dijunjung tinggi, mendampingi ajaran Hindu, yang merupakan dasar pegangan kehidupan mereka sehari-hari. Artinya, perubahan perkembangan zaman dan transformasi budaya yang terjadi di Pulau Bali tidak mengubah sikap perilaku masyarakat Bali yang selalu menjunjung tinggi adat budaya dan agamanya.
Contoh lainnya, di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng. Sebagai kota tertua di Bali dan tertua di wilayah kepulauan Sunda kecil, telah menerima pendatang dari berbagai suku dan bangsa sejak puluhan tahun silam. Namun, warganya masih tetap berpegang teguh pada adat budaya, termasuk nilai-nilai yang sesuai dengan konsep kerelawanan.
Suasana Sosialisasi P2KP pada desa. Jinengdalem, BulelengTerbukti, kerelawan di Buleleng tidak pernah luntur hingga kini. Hal tersebut dapat dilihat dari kegiatan upacara di Pura, yang diselenggarakan hampir setiap minggu dan setiap bulan. Pura tidak pernah sepi pengunjung saat upacara berlangsung. Peserta pun tetap menggunakan pakaian adat (tradisional), tidak mengikuti cara berpakaian budaya luar.
Di sisi lain, masyarakat Buleleng tetap terbuka kepada semua bangsa yang ingin berkunjung ke Buleleng. Mereka terbuka pada perubahan yang bersifat positif bagi lingkungan Buleleng, sesuai ajaran agama mereka, dan tetap mampu menjauhkan pengaruh negatif yang datang. Masyarakat Buleleng ramah kepada pengunjung, sebagai sambutan selamat datang.
Di lokasi tertentu, boleh saja terjadi pesta pora dan hiburan yang diiringi musik keras dan tawa riang pengunjung, yang mayoritas orang asing dan warga pendatang, tapi masyarakat Buleleng tidak terpengaruh. Bersambung. (Tedjo Mantri S, Askorkot-8, KMW X P2KP-2, PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar